Disiplin kerja



                Guna m ewujudkan tujuan perusahaan, yang pertama harus segera dibangun dan ditegakkan di perusahaan tersebut adalah kedisiplinan karyawannya. Jadi, kedisiplinan merupakan kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya.
C.  DISIPLIN KERJA
1.       Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma social yang berlaku. Sebagai contoh, beberapa karyawan terbiasa terlambat untuk bekerja, mengabaikan prosedur keselamatan, melalaikan pekerjaan detail yang diperlukan untuk pekerjaan mereka, tindakan yang tidak sopan ke pelanggan, atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas. Disiplin karyawan memerlukan alat komunikasi,terutama pada peringatan yang bersifat spesifik terhadap karyawan yang tidak mau berubah sifap dan perilakunya. Penegakan disiplin karyawan biasanya dilakukan oleh penyelia. Sedangkan kesadaran adalah sikap seseorang yang secara suka rela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggungjawabnya.
Sehingga seorang karyawan yang dikatakan memiliki disiplin kerja yang tinggi jika yang bersangkutan konsekuen, konsisten, taat asas, bertanggungjawab atas tugas yang diamanahkan kepadanya.
2.       Bentuk- bentuk Disiplin Kerja
Terdapat empat perspektif daftar yang menyangkut disiplin kerja yaitu:
1)         Disiplin retributive(Retributive Discipline), yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah.
2)         Disiplin korektif(Corrective Discipline), yaitu berusaha membantu karyawan mengoreksi perilakunya yang tidak tepat.
3)         Perspektif hak-hak individu(Individual Rights Perspektive), yaitu berusaha melindungi hak-hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner.
4)         Perspektif utilitarian(Utilitarian Perspektive), yaitu berfokus kepada penggunaan disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi  tindakan disiplin melebihi dampak-dampak negatifnya.
Table 12.1. perspektif disiplin karyawan
Perspektif
Definisi
Tujuan akhir
Retributive
Para pengambil keputusan mendisiplinkan dengan suatu cara yang proporsional terhadap sasaran. Dengan tidak melakukan hal seperti ituakan dianggap tidak adil oleh orang-orang yang bertindak secara tidak tepat.
Menghukum si pelanggar
Korektif
Pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan-peraturan harus diperlakukan sebagai maslah-masalah yang dikoreksi daripada sebagai pelanggaran-pelanggaran yang mesti di hokum. Hukuman akan lunak sebatas pelanggar menunjukkan kemauan untuk mengubah perilakunya.
Membantu karyawan mengoreksi perilaku yang tidak dapat diterima sehingga dia dapat terus dikaryakan oleh perusahaan.
Hak-hak individual
Disiplin hanya tepat jika terdapat alasan yang adil untuk menjatuhkan hukuman. Hak-hak karyawaan lebih diutamakan daripada tindakan disiplin.
Melindungi hak-hak individu
Utilitarian
Tingkat tindakan disiplin diambil tergantung pada bagaimana disiplin itu akan mempengaruhi produktivitas dan profitabilitas. Biaya penggantian karyawan dan konsekuensi-konsekuensi memperkenankan perilaku yang tidak wajar perlu dipertimbangkan. Karena biaya penggantian karyawan kian melambung, maka kerasnya disiplin hendaknya semakin menurun. Karena konsekuensi membiarkan perilaku yang tidak terpuji terus meningkat, maka demikian pula kerasnya hukum.
Memastikan bahwa faedah-faedah tindakan disiplin melebihi konsekuensi-konsekuensi negatifnya.

3.       Pendekatan Disiplin Kerja
Terdapat tiga konsep dalam pelaksanaan tindakan disipliner: aturan tungku panas(hot stove rule), tindakan disiplin progresif (Progressive Discipline), dan tindakan disiplin positif(positive discipline). Pendekatan-pendekatan aturan tungku panas dan tindakan disiplin progressive terfokus pada perilaku masa lalu. Sedangkan pendekatan disiplin positif berorientasi ke masa yang akan dating dalam bekerja sama dengan para karyawan untuk memecahkan masalah-masalah sehingga masalah itu tidak timbul lagi.
a.       Aturan Tungku Panas
Pendekatan untuk melaksanakan tindakan disipliner disebut sebagai aturan tungku panas(Hot Stove Rule). Menurut pendekatan ini, tindakan disipliner haruslah memiliki konsekuensi yang analog dengan menyentuh sebuah tungku panas:
1)      Membakar dengan segera. Jika tindakan disipliner akan di ambil, tindakan itu harus dilaksanakan segera sehingga individu memahami alasan tindakan tersebut.
2)      Memberi peringatan. Hal ini penting untuk memberikan peringatan sebelumnya bahwa hukuman akan mengikuti perilaku yang tidak dapat di terima.
3)      Memberikan hukuman yang konsisten. Tindakan disipliner haruslah konsisten ketika setiap orang yang melakukan tindakan yang sama akan dihukum sesuai dengan hokum yang berlaku. Disiplin yang konsisten berarti:
a)      Setiap karyawan yang terkena hukuman disiplin harus menerimanya/menjalaninya.
b)      Setiap karyawan yang melakukan pelanggaran yang sama akan mendapat ganjaran disiplin yang sama
c)       Disiplin diberlakukan dalam cara yang sepadan kepada segenap karyawan.
4)      Membakar tanpa membeda-bedakan. Cara  paling efektif mencapai tujuan ini adalah melakukan konseling korektif.
Meskipun pendekatan tungku panas memiliki beberapa kelebihan, pendekatan ini juga memiliki kelemahan-kelemahan. Jika keadaan yang mengelilingi semua situasi disipliner adalah sama, tidak akan ada masalah dengan pendekatan ini. Meskipun begitu, situasi sering sungguh berbeda, dan banyak variable yang mungkin ada dalam setiap kasus disipliner individu. Sebagai contoh, apakah organisasi menghukum karyawan yang loyal dan telah bekerja selama dua puluh tahun sama dengan individu yang baru bekerja selama satu bulan? Dengan demikian, penyelia sering menjumpai bahwa ia tidak mampu bersikap konsisten dan impersonal dalam mengambil tindakan disipliner. Karena situasi berbeda-beda, tindakan disipliner progresif mungkin lebih realistic dan lebih menguntungkan bagi karyawan dan perusahaan.
b.      Tindakan Disiplin Progresif
Tindakan disipln progresif(progressive discipline) dimaksudkan untuk memastikan bahwa terdapat hukuman minimal yang tepat terhadap setiap pelanggaran. Tujuan tindakan ini adalah membentuk program disiplin yang berkembang mulai dari hukuman yang ringan hngga yang sangat keras. Disiplin proresif di rancang untuk memotivasi karyawan agar mengoreksi kekeliruannya secara sukarela.
Untuk membantu para manajer dalam mengenali tindakan tingkat disipliner yang tepat, beberapa perusahaan telah merumuskan prosedur disipliner. Satu pendekatan adalah dengan menyusun pedoman-pedoman tindakan disipliner progresif, seperti contoh berikut ini:
Pedoman-pedoman yang dianjurkan untuk tindakan disipliner bagi pelanggaran-pelanggaran yang membutuhkan pertama: suatru peringatan lisan, kedua: suatu peringatan tertulis, dan ketiga: terminasi
1)      Kelalaian dalam pelaksanaan tugas-tugas.
2)      Ketidakhadiran kerja tanpa izin
3)      Inefisiensi dalam pelaksanaan pekerjaan
Pelanggaran-pelanggaran yang membutuhkan suatu peringatan tertulis dan selanjutnya terminasi:
1)      Tidak berada di tempat kerja
2)      Kegagalan melapor kerja satu atau dua hari berturut-turut tanpa adanya pemberitahuan
3)      Kecerobohan dalam pemakaian property perusahaan.
Pelanggaran-pelanggaran yang langsung membutuhkan pemecatan
1)      Pencurian di tempat kerja
2)      Perkelahian di tempat kerja
3)      Pemalsuan kartu jam hadir kerja
4)      Kegagalan melapor kerja tiga hari berturut-turut tanpa adanya pemberitahuan.

c.       Tindakan Disiplin Positif
Dalam banyak situasi, hukuman tidaklah memotivasi karyawan mengubah suatu perilaku. Namun hukuman hanya mengajar seseorang agar takut atau membenci alokasi hukuman yang dijatuhkan penyelia. Penekanan pada hukuman ini dapat mendorong para karyawan untuk menipu penyelia mereka daripada mengoreksi tindakan-tindakannya. Tindakan disipliner positif dimaksudkan untuk menutupi kelemahan tadi, yaitu mendorong para karyawan memantau perilaku-perilaku mereka sendiri dan memikul tanggungjawab atas konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan mereka. Disiplin positif bertumpukan pada konsep bahwa para karyawan mesti memikul tanggung jawab atas tingkah laku pribadi mereka dan persyaratan-persyaratan  pekerjaan.
Prasyarat yang perlu bagi disiplin positif adalah pengkomunikasian persyaratan-persyaratan  pekerjaan dan peraturan –peraturan kepada para karyawan. Setiap orang mesti mengetahui, pada saat diangkat jadi pegawai dan seterusnya, apa yang diharapkan oleh penyelia dan manajemen.
Tindakan disiplin positif adalah serupa dengan disiplin progresif dalam hal bahwa tindakan ini juga menggunakan serentetan langkah yang akan meningkatkan urgensi dan kerasnya hukuman sampai ke langkah terakhir, yakni pemecatan.

4.       Sanksi Pelanggaran Kerja
Pelanggaran kerja adalah setiap ucapan, tulisan, perbuatan seorang pegawai yang melanggar peraturan disiplin yang telah diatur oleh pimpinan organisasi.
Sedangkan sanksi pelanggaran kerja adalah hukuman disiplin yang dijatuhkan pimpinan organisasi kepada pegawai yang melanggar peraturan disiplin yang telah diatur pimpinan organisasi.
Ada beberapa tingkat dan jenis sanksi pelanggaran kerja yang umumnya berlaku dalam suatu organisasi yaitu:
a)      Sanksi pelanggaran ringan, dengan jenis:
1)      Teguran lisan
2)      Teguran tertulis
3)      Pernyataan tiddak puas secara tertulis
b)      Sanksi pelanggaran sedang, dengan jenis:
1)      Penundaan kenaikan gaji
2)      Penurunan gaji
3)      Penundaan kenaikan pangkat
c)       Sanksi pelanggaran berat, dengan jenis:
1)      Penurunan pangkat
2)      Pembebasan dari jabatan
3)      Pemberhentian
4)      pemecatan
5.       Mengatur dan Mengelolah Disiplin
Setiap manajer harus dapat memastikan bahwa karyawan tertib dalam tugas. Dalam konteks disiplin, makna keadilan harus dirawat dengan konsisten. Jika karyawan menghadapi tantangan tindakan disipliner, pemberi kerja harus dapat membuktikan bahwa karyawan yang terlibat dalam kelakuan yang tidak patut dihukum. Di sini para penyelia perlu berlatih bagaimana cara mengelola disiplin dengan baik. Untuk mengelola disiplin diperlukan adanya standar disiplin yang di gunakan untuk menentukan bahwa karyawan telah diperlakukan secara wajar.
1)      Standar disiplin
Beberapa standar dasar disiplin berlaku bagi semua pelanggaran aturan, apakah besar atau kecil. Semua tindakan disipliner perlu mengikuti prosedur minimum; aturan komunikasi dan ukuran capaian. Tiap karyawan dan penyelia perlu memahami kebijakan perusahaan serta mengikuti prosedur secara penuh.
Sebagai suatu model bagaimana tindakan disipliner harus diatur adalah:
a)      Apabila seorang karyawan melakukan suatu kesaalahan, maka karyawan harus konsekuen terhadap aturan pelanggaran.
b)      Apabila tidak dilakukan secara konsekuen berarti karyawan tersebut melecehkan peraturan yang telah ditetapkan.
c)       Ke dua hal di atas akan berakibat pemutusan hubungan kerja dan karyawan harus menerima hukuman tersebut.

kompensasi insentif

A.    Pengertian Kompensasi Insentif
1.    Pengertian Kompensasi
Malayu S. P. Hasibuan (2005:118) mengemukakan bahwa, “kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk bukan uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan”.
Menurut William B. Werther dan Keith Davis mengemukakan bahwa “kompensasi adalah apa saja yang seorang pekerja terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikannya, baik upah perjam atau gaji periodik didesain dan dikelola oleh bagian personalia”. (Malayu S. P. Hasibuan 2005:119)
Menurut F. Sikula mengemukakan bahwa “kompensasi adalah segala sesuatu yang dikonstitusikan atau dianggap sebagai suatu balas jasa atau equivalen”. (Malayu S. P. Hasibuan 2005:119)

2.    Pengertian Insentif
Ada beberapa pengertian insentif yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya yang dikemukakan oleh Harsono ( 1983 :128) bahwa insentif adalah setiap sistem kompensasi dimana jumlah yang diberikan tergantung dari hasil yang dicapai yang berarti menawarkan suatu insentif kepada pekerja untuk mencapai hasil yang lebih baik. Sementara itu menurut Heidjrachman dan Husnan ( 1992 :161) mengatakan bahwa pengupahan insentif dimaksudkan untuk memberikan upah atau gaji yang berbeda. Jadi dua orang karyawan yang mempunyai jabatan yang sama bisa menerima upah yang berbeda dikarenakan prestasi kerja yang berbeda.
“Insentif sebagai sarana motivasi dapat diberikan batasan perangsang ataupun pendorong yang diberikan dengan sengaja kepada pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi organisasi.”(Sarwoto, 1983 :144)
Jadi pada dasarnya insentif merupakan suatu bentuk kompensasi yang diberikan kepada karyawan yang jumlahnya tergantung dari hasil yang dicapai baik berupa finansial maupun non finasial. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong karyawan bekerja lebih giat dan lebih baik sehingga prestasi dapat meningkat yang pada akhirnya tujuan perusahaan dapat tercapai.

B.    Tujuan Insentif
Tujuan utama dari pemberian insentif kepada karyawan pada dasarnya adalah untuk memotivasi mereka agar bekerja lebih baik dan dapat menunjukkan prestasi yang baik. Cara seperti ini adalah cara yang sangat efektif untuk meningkatkan hasil produksi perusahaan. Menurut pendapat Heidjrachman dan Husnan (1992 : 151) mengatakan bahwa pelaksanaan sistem upah insentif ini dimaksudkan perusahaan terutama untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dan mempertahankan karyawan yang berprestasi untuk tetap berada dalam perusahaan.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pemberian insentif, yaitu:
1.Bagi perusahaan
Tujuan pelaksanaan pemberian insentif kepada karyawan dimaksudkan untuk meningkatkan produksi dengan cara mendorong mereka agar bekerja disiplin dan semangat yang lebih tinggi dengan tujuan menghasilkan kualitas produksi yang lebih baik serta dapat bekerja dengan menggunakan faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin.
2.Bagi karyawan
Dengan pemberian insentif dari perusahaan maka diharapkan karyawan memperoleh banyak keuntungan, seperti misalnya mendapatkan upah atau gaji yang lebih besar, mendapat dorongan untuk mengembangkan dirinya dan berusaha bekerja dengan sebaik – sebaiknya.

C.    Sasaran Insentif
Sasaran yang di capai adalah :
1.    Mampu memberikan motivasi kepada karyawan
2.    Dengan pemberian motivasi menjadikan karyawan dapat menegembangkan dirinya dengan baik.


D.    Factor Penghambat
Beberapa kesulitan dalam sistem penentuan insentif kerja menurut Heidjracjman Ranupandoyo dkk. (1986), yaitu (Anwar Prabu Mangkunegara 20O2:89) sebagai berikut :
a.     Beberapa alat pengukur dari berbagai prestasi karyawan haruslah dapat dibuat secara tepat, bisa diterima dan wajar.
b.     Berbagai alat pengukur tersebut haruslah dihubungkan dengan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan
c.     Data yang menyangkut berbagai prestasi haruslah dikumpulkan tiap hari, minggu atau, bulan.
d.     Standar yang ditetapkan haruslah mempunyai kadar atau tingkat kesulitan yang sama untuk setiap kelompok kerja.
e.     Gaji/upah total dari upah pokok plus bonus yang diterima, haruslah konsisten diantara berbagai kelompok pekerjaan yang menerima insentif, dan antara kelompok yang menerima insentif dan yang tidak menerima insentif.
f.     Standar prestasi haruslah disesuaikan secara periodik, dengan adanya perubahan dalam prosedur kerja.
g.     Berbagai reaksi karyawan terhadap sistem pengupahan insentif yang kita lakukan juga harus sudah diperkirakan.

E.    Penyelesaian Masalah
Selanjutnya Heidjracjman Ranupandoyo dkk. (1986), menjelaskan, beberapa sifat dasar dari insentif yang harus dipenuhi agar sistem upah insentif tersebut dapat berhasil, (Anwar Prabu Mangkunegara 2002:89) yaitu :
a.     Pembayaran hendaknya sederhana sehingga dapat dimengerti dan dihitung oleh karyawan sendiri.
b.     Penghasilan yang diterima buruh hendaknya langsung menaikan output dan efisiensi.
c.     Pembayarannya hendaknya dilakukan secepat mungkin.
d.    Standar kerja hendaknya ditentukan dengan hati-hati. Standar kerja yang terlalu tinggi atau terlalu rendah sama tidak baiknya.
e.    Besarnya upah normal dengan standar kerja perjam hendaknya cukup merangsang pekerja untuk bekerja lebih giat.

Menurut Panggabean (2002:92) syarat tersebut adalah:
1. Sederhana, peraturan dari sistem insentif harus singkat, jelas dan dapat di mengerti.
2. Spesifik, karyawan harus mengetahui dengan tepat apa yang diharapkan untuk mereka lakukan.
3. Dapat dicapai, setiap karyawan mempunyai kesempatan yang masuk akal untuk memperoleh sesuatu.
4. Dapat diukur, sasaran yang dapat diukur merupakan dasar untuk menentukan rencana insentif. Program dolar akan sia-sia (dan program evaluasi akan terhambat), jika prestasi tertentu tidak dapat dikaitkan dengan dolar yang dibelanjakan.