pengawetan dengan suhu tinggi



BAB I
 PENDAHULUAN
A.          Latar belakang
Pengolahan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam penanganan pascapanen. Pengolahan bertujuan untuk menangani dan memanipulasi suatu produk sehingga diperoleh mutu dan nilai tambah dibandingkan dengan mutu dan nilai dari bahan asal . Tanpa pengolahan pascapanen yang sesuai akan menimbulkan kerugian, apalagi jika produk pertanian tersebut merupakan produk hortikultura dimana memiliki sifat yang mudah rusak atau tidak tahan dalam penyimpanan jika tanpa pengolahan terlebih dahulu. Pada makalah ini, akan dibahas salah satu proses utama dalam pengolahan pangan yaitu pengolahan dengan suhu tinggi
Proses utama dalam pengolahan dengan suhu tinggi yaitu: pemanasan, perebusan, penggorengan, penyangraian, pengasapan, penjemuran di bawah sinar matari.
B.           Rumusan masalah
Mengapa Suhu Tinggi Digunakan pada Pengawetan Pangan ?
C.           Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh suhu tinggi pada pengawetan pangan.


BAB II
PEMBAHASAN
A.          Suhu Tinggi pada pengolahan/Pengawetan Pangan
Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan pangan. Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara pengolahan yang menggunakan panas. Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih lunak, lebih enak, dan lebih awet. Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim. Selain itu makanan menjadi lebih aman karena racun-racun tertentu rusak karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri Clostridium botulinum. Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa factor yang perlu diperhatikan, yaitu :
1.            Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus dimatikan.
2.            Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan.
3.            Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.
Dikenal beberapa tingkatan pemberian panas atau proses termal yang umum dilakukan yaitu blansing, pasteurisasi, dan sterilisasi.
Blansing

Blansing
Blansing dilakukan dengan pemanasan menggunakan air atau uap pada kisaran suhu dibawah 100oC selama 3-5 menit. Tujuan blansing adalah inaktivasi enzim-enzim yang masih terkandung dalam bahan pangan. Blansing juga bertujuan membersihkan bahan dari kotoran dan untuk mengurangi jumlah mikroba dalam bahan dan digunakan untuk menghilangkan bau, flavor, dan lendir yang tidak dikehendaki. Blansing biasanya digunakan sebagai perlakuan pendahuluan sebelum perlakuan pengolahan berikutnya.  Dengan perlakuan ini, tekstur sayuran atau buah yang diblansing biasanya akan menjadi lunak. Contoh sederhana blansing adalah ketika kita memasukkan sayuran atau buah kedalam air mendidih selama 3-5 menit. Dalam kondisi ini enzim-enzim menjadi tidak aktif dan kehilangan nutrisi dapat diminimalisir meskipun beberapa mineral, vitamin larut air, dan komponen-komponen lain yang larut air akan hilang.

Pasteurisasi
Pasteurisasi dilakukan dengan suhu pemanasan 65oC selama 30 menit. Pada suhu dan waktu proses ini sebagian besar mikroba pathogen dan mikroba penyebab kebusukan telah musnah, namun jenis mikroba lainnya tetap hidup. Pasteurisasi biasanya digunakan untuk susu, sari buah, anggur, makanan asam, serta makanan lain yang tidak tahan suhu tinggi. Proses ini tidak terlalu merusak gizi serta mengubah aroma dan cita rasa. Tetapi karena tidak semua jenis mikroba mati dengan proses ini,  pengawetan dengan pasteurisasi biasanya tidak memiliki umur simpan yang lama. Misalkan susu yang dipasteurisasi tanpa pengemasan, biasanya hanya tahan 1-2 hari dalam suhu kamar, sedangkan dalam suhu pendingin hanya dapat bertahan hingga seminggu.
Agar memperoleh hasil yang optimal, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara lain misalnya penyimpanan suhu rendah dan modifikasi kemasan. Uniknya, pada beberapa bahan pasteurisasi justru dapat memperbaiki cita rasa produk.
Metode pasteurisasi yang umum digunakan yaitu
1.      HTST/High Temperature Short Time, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi sekitar 75oC dalam waktu 15 detik, menggunakan alat yang disebut Heat Plate Exchanger.
2.      LTLT/Low Temperature Long Time, yaitu pemanasan dengan suhu rendah sekitar 60oC dalam waktu 30 menit.
3.      UHT/Ultra High Temperature, yaitu pemanasan dengan suhu tinggi 130oC selama hanya 0,5 detik saja, dan pemanasan dilakukan dengan tekanan tinggi. Dalam proses ini semua MIKROBA mati , sehingga susunya biasanya disebut susu steril.
Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta spora-sporanya hingga menadi steril. Pada proses ini, bahan yang disterilkan akan memiliki daya tahan hingga lebih dari 6 bulan pada suhu ruang. Spora-spora mikroba bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 121 oC. Penggunaan panas lembab dengan uap bertekanan sangat efektif untuk sterilisasi karena menggunakan suhu jauh diatas titik didih. Proses ini dapat menyebabkan sel mikroba hancur dengan cepat. Contoh dari sterilisasi adalah produk-produk olahan dalam kaleng seperti sarden, kornet, buah dalam kaleng, dan lainnya. 
B.     Alat-Alat Yang Digunakan Pada Pengolahan/pengawetan Pangan Dengan Menggunakan Suhu Tinggi. : perebusan, penggorengan, penyangraian, pengasapan, penjemuran di bawah sinar matari.
1.      Perebusan.
Dalam proses pongolahan pangan ataupun pengawetan dengan cara perebusa, memerlukan wadah yang akan di gunakan selama proses perebusan itu perlangsung. Alan yang sering di gunakan dalam hal ini yaitu sebagai berikut: tungku  ataupun kompor, wajan, belanga.contoh bahan pangan yang di olah/diawetkan dengan cara perebusan yaitu ; daging, ikan, pembuatan kueseperti onde – onde, dan lain – lain.
2.      Penggorengan
Alat yang biasanya di gunakan untuk menggoreng yaitu :tungku ataupun kompor, wajan,kuali besi, sendok, peniris minyak Loyang ataupun wadah lainnya tempat bahan pangan yang akan di goring.contoh bahan pangan yang biasanya di olah/ametkan dengan cara penggorengan seperti kripik pisang, kripik ubi, abon ikan, dan lain – lain.
3.      Penyangraian
Pada proses ini, alat yang sering di gunakan sama dengan pada proses pengolahan pangan dengan cara penggorengan, perbedaannya hanya pada bahan tambahan lainnya yang di pakai dalam mengolah suatu bahan pangan.contoh bahan pangan yang sering diolah/awetkan dengan cara penyangraian yaitu ; kopi,
4.      Pengasapan
Alat yang sering di gunakan antara lain : tungku, para – para, ataupun tempat pembakaran.contoh bahan pangan yang diolah/awetkan dengan cara pengasapan yaitu ; ikan, daging.
5.      Pembakaran
Dalam hal ini alat yang sering di gunakan sama dengan alat yang sering di gunakan pada proses pengasapan. Contoh bahan pangan yang diolah/awetkan dengan cara pembakaran seperti daging, ikan, roti bakar,
6.      Penjemuran di bawah sinar matahari
Pada proses penjemuran di bawah sinar matahari, biasanya menggunakan alat berupa tapis, tarpal ukuran kecil (kapasitas sedikit) ukuran besar (kapasitas banyak), mie kering, kerupuk ubi, ikan kering, buah kakao,dan lain – lain.
  
BAB III
PENUTUP
A.          Kesimpulan
Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim. Selain itu makanan menjadi lebih aman karena racun-racun tertentu rusak karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri Clostridium botulinum.Pengolahan/pengawetan bahan pengan dengan mengunakan suhu tinggi dilakukan untuk memperpanjang daya simpan suatu bahan pangan, ada beberapa cara dalam proses pengolahan/pengawetan bahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi antara lain yaitu ; Perebusan, Penggorengan, Penyangraian, Pengasapan, Penjemuran di bawah sinar matahari
B.           Saran
Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa factor yang perlu diperhatikan, yaitu :
ü  Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus dimatikan.
ü  Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan.
ü  Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.

Daftar Pustaka
Mawaddah Atin, 2012. “Teknologi pengolahan pangan”.


bahan tambahan pangan



 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap pemenuan gizi masyarakat , maka tidak mengherankan jika semua negara baik maju maupun negara berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yg cukup, aman dan bergizi. Salah satunya yaitu pengawetan bahan pangan.
Keamanan pangan merupakan persyaratan utama yang harus dimiliki oleh setiap produksi yang beredar dipasaran. Untuk menjamin keamanan pangan olahan, maka dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, produsen industri makanan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari produsen, dengan pengaturan dan pembinaan dari pemerintah.
Akibat kemajuan ilmu teknologi pangan di dunia dewasa ini, maka semakin banyak jenis bahan makanan yang diproduksi, dijual dan dikonsumsi dalam bentuk yang lebih awet dan lebih praktis dibanding dengan bentuk segarnya. Semua jenis makanan siap santap dan minuman awet tersebut dapat menjadi busuk dan masih layak untuk dikonsumsi. Kemudahan tersebut dapat terwujud diantaranya berkat perkembangan teknologi produksi dan penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM).
Salah satu masalah keamanan pangan yang masih memerlukan pemecahan yaitu penggunaan bahan tambahan, untuk berbagai keperluan. penggunaan Bahan tambahan makanan dilakukan pada industri pengolahan pangan maupun dalam pembuatan, berbagai pengaruh jajanan yang umumnya dihasilkan oleh industri kecil atau rumah tangga.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengertian BTP ( bahan tambahan pangan) !
2.      Bagaimana Jenis-jenis BTP !
3.      Bagaimana Cara pengelolahan BTP?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui Pengertian BTP
2.      Mengetahui Jenis-jenis BTP
3.      Mengetahui Cara Pengelolahan BTP


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Pengertian BTP
Aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa ,tekstur, flavor dan memperpanjang daya simpan.Selain itu dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein ,mineral dan  vitamin .Penggunaan aditif makanan telah digunakan sejak zaman dahulu.Bahan aditif makanan ada dua, yaitu bahan aditif makanan alamidan buatan ata sintesis.
Keamanan pangan merupakan persyaratan utama yang harus dimiliki oleh setiap produksi yang beredar dipasaran. Untuk menjamin keamanan pangan olahan, maka dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, produsen industri makanan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari produsen, dengan pengaturan dan pembinaan dari pemerintah.
Akibat kemajuan ilmu teknologi pangan di dunia dewasa ini, maka semakin banyak jenis bahan makanan yang diproduksi, dijual dan dikonsumsi dalam bentuk yang lebih awet dan lebih praktis dibanding dengan bentuk segarnya. Semua jenis makanan siap santap dan minuman awet tersebut dapat menjadi busuk dan masih layak untuk dikonsumsi. Kemudahan tersebut dapat terwujud diantaranya berkat perkembangan teknologi produksi dan penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM).
Salah satu masalah keamanan pangan yang masih memerlukan pemecahan yaitu penggunaan bahan tambahan, untuk berbagai keperluan. penggunaan Bahan tambahan makanan dilakukan pada industri pengolahan pangan maupun dalam pembuatan, berbagai pengaruh jajanan yang umumnya dihasilkan oleh industri kecil atau rumah tangga.
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang bukan secara alamiah merupakan bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam bahan makanan tersebut karena perlakuan saat pengolahan, penyimpanan atau pengemasan.
Agar makanan yang tersaji tersedia dalam bentuk yang lebih menarik, rasa, emak, rupa dan konsistensinya baik serta awet maka sering dilakukan penambahan bahan tambahan makanan yang sering disebut zat adiktif kimia (food aditiva).Adakalanya makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang menarik meskipun kandungan gizinya tinggi.


Ketentuan bahan tambahan pangan dalam pangan

1.Mengawetkan pangan           
2.Membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak.
3.Memberikan warna dan aroma lebih menarik
4.Meningkatkan warna dan aroma lebih menarik.
5.Menghemat biaya.

Salah satu masalah keamanan pangan yang masih memerlukan pemecahan yaitu penggunaan bahan tambahan, untuk berbagai keperluan. penggunaan Bahan tambahan makanan dilakukan pada industri pengolahan pangan maupun dalam pembuatan, berbagai pengaruh jajanan yang umumnya dihasilkan oleh industri kecil atau rumah tangga.
Penggunaan Bahan Tambahan makanan yang tidak memenuhi syarat termasuk bahan tambahan memang jelas-jelas dilarang, seperti pewarna, pemanis dan bahan pengawet. Pelarangan juga menyangkut dosis penggunaan bahan tambahan makanan yang melampaui ambang batas maksimum yang telah ditentukan (Effendi, 2004). Batas maksimum penggunaan siklamat adalah 500 mg – 3 g/kg bahan, sedangkan untuk sakarin adalah 50-300 mg/kg bahan (Depkes, 1997). Batas Maksimun Penggunaan pewarna sintetik yang dizinkan seperti Pancrew 4 R : 300mg/Kg bahan makanan, tatrazin, brilliant blue dan sunset yellow : 100mg/Kg bahan makanan (Depkes, 1998).
Menurut WHO makanan jajanan di Indonesia tidak menerapkan standar yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO). Selain itu balai POM Jakarta juga telah memantau makanan jajanan anak sekolah selama tahun 2003 sedikitnya 19.465 jenis makanan yang dijadikan sampel dalam pengujian tersebut ditemukan 185 item mengandung bahan pewarna berbahaya, 94 item mengandung Boraks, 74 item mengandung formalin, dan 52 item mengandung Benzoat atau pengawet yang mana kesemuanya ditemukan dalam makanan dengan kadar berlebih, sehingga mengharuskan Badan POM menariknya dari pasaran.
Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian BPOM terhadap 163 sampel dari 10 propinsi dan sebanyak 80 sampel (80%) tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan produk. Dari produk makanan jajanan itu banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet dan pewarna yang dapat mengganggu kesehatan anak sekolah seperti penyakit kanker dan ginjal. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Ravianto ( 2000 ) di kota Makassar menunjukkan bahwa semua sampel (100%) makanan dan minuman jajanan yang dijual di lapangan Karebosi mengandung siklamat.
Penelitian lain menunjukkan bahwa dari 19 jenis makanan dan minuman jajanan yang dijual di kompleks SD Sudirman kota Makassar ditemukan 15 jenis jajanan masih menggunakan pemanis sintetik berupa sakarin dan siklamat (Sukmawati, 2000). Fakta ini di perkuat oleh hasil pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Obat makanan (BPOM) Makassar pada tahun 2003 tedapat lebih 90% makanan jajanan yang masih menggunakan pemanis buatan berupa sakarin dan siklamat serta pewarna tekstil ( Sumber: Republika Online – 10 oktober 2003 – Laporan: WED )
Untuk menghasilkan produk-produk makanan yang bermutu harus menggunakan beberapa jenis bahan tambahan makanan yang aman dikonsumsi dan telah diizinkan Depkes. Tujuan penggunaan bahan tambahan makanan untuk mendapatkan mutu produk yang optimal. Dalam hal ini penggunaan bahan tambahan makanan, tentunya tidak terlepas dari aspek-aspek pemilihan atau penetapan, pembelian, aplikasi, cara mendapatkannya, ketersediaan bahan tambahan makanan, dan peraturan pemerintah mengenai bahan tambahan makanan.

B.     Jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan
Bahan aditif makanan dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok tertentu tergantung kegunaanya, diantaranya :
a)      Penguat rasa
Zat penyedap ditambahkan pada makanan bertujuan untuk meningkatkan cita rasa makanan dan menekan rasa yang tidak diinginkan dalam makanan, misalnya rasa bawang yang tajam, rasa sayuran mentah dan rasa pahit dalam sayuran kaleng. Bahan penyedap alami yang umum digunakan masyarakat Indonesia adalah bawang putih, bawang bombay, biji pala, merica, ketumbar, sereh, daun pandan, daun salam, terasi, garam dapur dan gula yang dicampur dengan komposisi tertentu, cuka dan asam jawa yang dapat menyebabkan rasa makanan menjadi asam segar.
Monosodium Glutamat (MSG) sering digunakan sebagai penguat rasa makanan buatan dan juga untuk melezatkan makanan. Adapun penguat rasa alami diantaranya adalah xcbunga cengkeh, pala, merica, cabai, laos, kunyit, ketumbar. Contoh penguat rasa buatan adalah monosodium glutamat/vetsin, asam cuka, benzaldehida, amil asetat.
Bahan penyedap yang sering digunakan adalah vetsin atau disebut sebagai monosodium glutamat dan disingkat MSG. MSG banyak terdapat dalam hampir semua makanan ringan. Bahkan jika orang memasak hampir tidak pernah ketinggalan MSG. MSG akan bersifat aman dan tidak berbahaya sejauh penggunaannya tidak berlebihan. Menurut Badan Pengawasan Makanan Internasional, batas pemakaian MSG adalah 2-3 gram / hari. Di Indonesia  konsumsi MSG yang aman adalah 1,8 – 3,0 gram / hari untuk dewasa dan 0,18 – 0,2 gram / hari untuk balita.
Dampak negatif dari pemakaian MSG adalah penyakit yang disebut Sindrom Restoran Cina (Chinesse Restaurant Syndrome). Selain itu juga dapat menimbulkan kesemutan pada leher, rahang bawah, lengan serta punggung terasa panas. Selain itu menurut FDA (Food and Drug Administration) pemakaian MSG secara terus menerus dapat memicu beberapa gejala penyakit antara lain tekanan darah tinggi, jantung berdebar, stroke ringan, gangguan tidur, asma, sulit menelan dan kegemukan. Kelebihan MSG dalam tubuh anak kecil dapat mengakibatkan kelemahan atau kerusakan syaraf otak.
Minuman ringan maupun jajanan anak-anak semacam agar-agar dan bermacam-macam kue memiliki rasa buah-buahan yang segar. Rasa buah-buahan tersebut didapat dari senyawa kimia tertentu seperti berikut ini .
1)      Senyawa amil kaproat
memberikan aroma apel dan nanas
2)      Senyawa benzaldehida
menimbulkan aroma cherry dan almond
3)      Senyawa amil asetatm
menimbulkan aroma pisang
4)      Senyawa benzil asetat
menimbulkan aroma strawberry.
5)      Aroma Bunga-bungan :
Aroma bunga-bungaan ditimbulkan dari senyawa sitronelal
6)      Vanili :
Senyawa vanili menjadikan makanan seperti es campur dan kolak pisang terasa lebih lezat.
7)      Senyawa diasetil
Dengan menambahkan senyawa diasetil, akan diperoleh aroma mentega.
8)      Senyawa menthol :
Pencampuran senyawa mentol pada kembang gula atau permen dan rokoK akan memberikan aroma mint yang menyegarkan.

b)      Pemanis
Zat pemanis buatan biasanya digunakan untuk membantu mempertajam rasa manis. Beberapa jenis pemanis buatan yang digunakan adalah sakarin, siklamat, dulsin, dan aspartam. Pemanis buatan ini juga dapat menurunkan risiko diabetes, namun siklamat merupakan zat yang bersifat karsinogen
1)      sakarin( gula sukrosa ) atau "biang gula" memiliki tingkat kemanisan 350 – 500 kali gula alami, penggunaan sakarin yang berlebihan dapat menyebabkan rasa pahit getir pada makanan atau minuman dan juga berbahaya.
2)      Siklamat, Siklamat merupakan pemanis buatan yang dapat mempertajam rasa manis sampai 300 kali lebih manis dari gula. Siklamat mempunyai nilai kalori yang lebih rendah dibanding gula. Hasil metabolisme siklamat merupaka zat yang bersifat karsinogenik, sehingga penggunaannya perlu dibatasi atau dilarang sama sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan siklamat dapat mengakibatkan tumor kantung kemih pada binatang percobaan.
3)      Sorbitaol dan Aspartam, Banyak digunakan untuk orang diet atau untuk minuman rendah kalori dan untuk penderita penyakit kencing manis atau diabetes.
4)      Kalium-asesulfam, Serbuk kristal dengan kemanisan 200 kali gula ini rasa manisnya bersih dan tidak menetap

Catatan : Tahun 1998, FDA (Food and Drug Administrasion) menyetujui penggunaan pemanis baru yaitu sukralose yang memiliki tingkat kemanisan 600 kali gula, molekul pemanis ini tidak diserap oleh tubuh.